Ads (728x90)



Kabar gembira dari Rabbul ‘Izzati, bahwa ketika cobaan memuncak beratnya, maka kelapangan pun semakin dekat datangnya. Ketika kesusahan semakin kuat menghimpit, pertolongan pun semakin dekat datangnya. Ketika kesulitan semakin menghimpit, kemudahan pun akan datang.
Rabbul ‘Izzati menanamkan harapan ke dalam hati kaum muslimin dalam situasi genting dan kritis yang telah mereka hadapi. Rabbul ‘Alamin mengiringkan antara keadaan yang sangat sulit dengan pertolongan dan kelapangan. Alangkah sangat gelapnya malam apabila fajar telah dekat.

Demikianlah, Allah menggambarkan keadaan kaum muslimin saat itu yang tengah dilanda kesempitan, penyakit, kemiskinan, dan peperangan. Sampai-sampai keadaan yang sangat menjepit itu menyebabkan Rasulullah bertanya-tanya, “Kapan pertolongan Allah itu akan datang?” Maka Allah memberikan kabar gembira kepada mereka, “Sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.”
“Sehingga apabila para rasul itu tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, maka datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami…” (Yusuf: 110)

Situasi sempit, ketakutan, pengusiran, kelaparan, pembunuhan, pelenyapan nyawa-nyawa orang-orang saleh dan pengemban risalah sering membawa ke tepi jurang keputus-asaan. (Sehingga apabila para rasul itu tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka). para rasul itu tidak berputus asa, tetapi merekalah sebenarnya yang berputus asa. Sebab,

“Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir,” (Yusuf: 87).
Berperang melawan musuh-musuh Allah menuntut suatu pengharapan besar kepada Allah. Ia juga menuntut adanya kelapangan dada dalam menunaikan kewajiban, sehingga tidak membuat surut langkah.

Oleh karena itu, ketika Rasulullah melihat kaum kafir telah menekan kaum muslimin sedemikian kuat, melihat pohon dakwahnya hampir-hampir tidak berkembang, dan melihat musuh-musuh Allah beramai-ramai menyerbu Dinullah serta para shahabat tercintanya, beliau memberikan kabar gembira kepada mereka. Hal ini untuk menanamkan harapan dan memberikan rasa longgar dan lapang dalam dada mereka yang terjepit dan terhimpit oleh situasi dunia kala itu.

Ashhabus Sunan meriwayatkan kisah kepada kita bahwa pasukan Ahzab datang ke Madinah dengan kekuatan 10.000 orang di bawah komando Abu Sufyan. Mereka mendapat kobaran semangat dan suntikan api permusuhan dari Sallam bin Misykam dan Allam bin Abul Huyay bin Akhtab (yang menjadi biang fitnah). Mereka menggiring pasukan Ahzab yang terdiri dari kabilah Quraisy, kabilah Ghathafan, kabilah Aslam, dan kabilah Asyja’ untuk mengepung kota Madinah. Al-Qur’an melukiskan keadaan mereka sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat (yang telah dikaruniakan) kepadamu tatkala datang kepadamu tentaratentara. Lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu lihat. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan. (Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak ke tenggorokan, dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Di situlah orang-orang beriman diuji dan diguncangkan (hatinya) dengan guncangan yang sangat hebat.” (Al-Ahzab: 9-11)

Allah mengilhamkan kepada Rasul-Nya untuk menggali parit lewat saran Salman Al-Farisi. Mereka semua menggali parit sampai akhirnya sebagian sahabat terhalang oleh sebuah batu besar. Gancu mereka sama sekali tidak bisa menghancurkannya. Cangkul mereka tidak bisa mendongkel bagian bawahnya. Mereka kemudian melaporkan hal tersebut kepada Rasulullah. Beliau datang dan memukul batu itu sekali, sehingga berhamburanlah percikan api. Beliau bertakbir dan kaum muslimin ikut bertakbir bersamanya. Beliau lantas memukul batu tersebut untuk kedua kalinya, maka berhamburanlah percikan api. Beliau bertakbir yang kemudian disusul dengan pekikan takbir kaum muslimin di belakangnya.
Kemudian beliau memukul yang ketiga kalinya, maka pecah berkeping-kepinglah batu tersebut dan berhamburan seperti tumpukan pasir yang beterbangan. Dalam situasi yang mencekam, Rasulullah memberikan kabar gembira. Saat itu hati orang beriman, termasuk sosok-sosok pilihan seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, dan sahabat-sahabat lainnya sedang terguncang.

“…. pada percikan bunga api yang pertama, tampak bersinar dalam pandangan mataku istana Bashra dari Syam, dan Jibril memberitahukan padaku bahwa umatku akan mengalahkannya. Dan tampak bersinar dalam pandangan mataku pada percikan bunga api yang kedua, istana Hirah dari Iraq dan Jibril memberitahukan padaku bahwa umatku akan mengalahkannya. Dan tampak bersinar dalam pandangan mataku pada pukulan yang ketiga, istana Shana’a dari Yaman dan Jibril memberitahukan padaku bahwa umatku akan mengalahkannya.”

Orang-orang munafik mengekspos perkataan Nabi  ini untuk menimbulkan keraguan di kalangan kaum muslimin. Mereka menyebarluaskan dan menyaiarkan berita ini ke Madinah.
“Muhammad menjanjikan kita istana Kisra dan Kaisar, padahal ancaman musuh itu telah membuat kita hampir tidak bisa membuang hajat,” kata mereka.
 “Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit di dalam hatinya berkata, ‘Allah dan Rasul-Nya hanya menjanjikan tipu daya kepada kita’.” (Al-Ahzab: 12)

Orang-orang munafik itu mengira bahwa apa yang dikatakan oleh Rasulullah hanyalah tipu daya dan dusta semata. Akhirnya Bani Haritsah meminta izin kepada beliau dan pulang (tidak ikut berjuang). Kemudian Rasulullah mendengar bahwa Bani Quraizhah telah melanggar perjanjian yang telah mereka sepakati. Mendengar hal itu, Rasulullah mengutus Sa’ad bin Mu’adz dan Sa’ad bin Ubadah yang disertai Abdullah bin Rawahah dan Jabir bin Khawat untuk membuktikan kebenarannya.

Beliau menyampaikan pesan kepada para utusan, jika Bani Quraizhah telah melanggar perjanjian, mereka harus merahasiakan hal tersebut kepada kaum muslimin. Sebaliknya, jika Bani Quraizhah masih menepati perjanjian, mereka harus menyebarkan berita tersebut kepada kaum muslimin.
Sa’ad bin Mu’adz pergi ke perkampungan Bani Quraizhah. Ia adalah sekutu Bani Quraizhah, baik di masa jahiliyah maupun di masa Islam. Ia mendengar perkataan yang keji dan mencaci Rasulullah  dari mulut mereka. Ia bersama tiga rekannya akhirnya menghadap Rasulullah. Mereka tidak mengatakan sesuatu pun kepada beliau di hadapan kaum muslimin.

Mereka hanya mengatakan dua patah kata sebagai isyarat, ‘Adhal dan Qarah’. Rasulullah pun mengetahui bahwa Bani Quraizhah telah melanggar perjanjian, sebagaimana Bani ‘Adhal dan Bani Qarah. Dua kabilah yang mengkhianati Nabi dengan membunuh sekelompok sahabat utusan Nabi n.
Apa yang dikatakan Rasulullah di hadapan kaum muslimin, padahal dadanya telah sesak dan keadaannya sangat terjepit? Beliau berkata, “Allahu Akbar, bergembiralah kalian wahai kaum muslimin!” Beliau tidak ingin memutuskan harapan yang tersimpan dalam kalbu mereka. Beliau tidak menghendaki perjalanan yang ia pimpin terhenti, bahkan dalam situasi yang sangat kritis sekali pun. 

Beliau tidak ingin pergi meninggalkan barisan kaum muslimin dan melemahkan kekuatan mereka. Bahkan ia sendirilah yang memberikan perintah dan komando menghadapi saat-saat genting tersebut.
Banyak sekali hikmah yang dapat kita ambil dari apa yang telah dilakukan Rasulullah. Rasul mengajarkan bagaimana menjadi seorang pemimpin yang senantiasa menenangkan bawahannya. Sebuah pengharapan yang mampu membangkitkan motivasi perjuangan di kala terjepit. Sekaligus hal itu menjadi “seleksi alam” bagi orang-orang yang tersimpan di hatinya kemunafikan.

Jika, memang mereka jujur dengan keimanannya, maka apapun berita dari Rasulullah pasti mereka benarkan sebagaimana shahabat-shahabat senior seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali dan lainnya. Namun, sedikit saja ada kemunafikan, maka sifat buruk itu akan menutup seluruh hatinya dan mereka akan menolak semua kebenaran dari Rasulullah.

Ingat, pertolongan Allah pasti akan tiba. Bisa jadi, kegagalan demi kegagalan perjuangan kita adalah proses “seleksi alam” dari Allah. Apakah kita berjuang karena-Nya atau berjuang karena dunia semata. 

Wallahu A’lam bi Shawab
Penulis : Dhani El_Ashim
Diinisiasi dari Tarbiyah Jihadiyah jilid 7 karya syaikh Abdullah Azzam rahimahullah, Penerbit Jazera Mei 2013

Post a Comment